Sabtu, 12 November 2011

Penyebab mimpi basah


Banyak orang berteori bahwa mimpi basah terjadi karena hasrat seksual yang terpendam. Beberapa orang bahkan merasa kuatir kalau sering bermimpi basah akan merusak kehidupan seksual mereka yang sebenarnya. Lalu apa kata para ahli?
Mimpi basah atau bahasa medisnya nokturnal orgasme (orgasme waktu tidur) sebenarnya tidak hanya terjadi pada kaum lelaki, tetapi juga pada perempuan. Biasanya nokturnal orgasme terjadi setelah mimpi beraktivitas seksual, tetapi tidak selalu.
Kenapa lelaki lebih sering mengalami mimpi basah dibandingkan dengan perempuan? Alasannya sangat sederhana, yaitu karena bagian sensitif organ lelaki berada di luar sedangkan pada perempuan (klitoris) berada di dalam.
Pada saat tidur, organ seksual lelaki dengan mudah mendapatkan rangsangan dari gesekan selimut, gesekan dengan kasur, atau tangan secara tidak sengaja. Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan oleh Journal of Sex Research belum lama ini menyebutkan bahwa lelaki bisa mengalami ereksi sebanyak enam kali selama delapan jam tidur malamnya.
Penelitian tersebut, dengan mewawancarai 10.000 responden berusia 40 sampai 50-an tahun, juga melaporkan bahwa 90% lelaki mengalami mimpi basah, sedangkan pada wanita prosentasenya hanya 40%. Dari responden yang bermimpi basah, 70%-nya disertai mimpi aktivitas seksual.
Sebenarnya para peneliti juga masih meragukan angka prosentase orgasme pada perempuan, karena memang sulit untuk mendapatkan buktinya. Sedangkan untuk lelaki sangat jelas, yaitu keluarnya air mani.
Kaum lelaki paling sering mengalami mimpi basah pada usia ramaja dan umur 20-an tahun, sedangkan perempuan justru pada usia 40-an.
Ketika mengalami nokturnal orgasme, kadang-kadang mimpi di dalam tidur Anda bukanlah aktivitas seksual, tapi otak Anda yang menangkapnya demikian. Perlu juga Anda ingat bahwa selagi tidur, seluruh organ seksual Anda dalam keadaan istirahat. Tapi jangan mencoba untuk menghentikan pengalaman seksual tubuh Anda selagi istirahat.
Berdasarkan penelitian yang panjang, para ahli meyakinkan bahwa seberapa seringpun Anda mengalami mimpi basah, tidak akan mempengaruhi kehidupan seksual Anda sehari-hari.
Yang perlu Anda ketahui, secara alamiah, frekuensi mimpi basah akan berkurang dengan bertambahnya usia.



Jika Aku Jatuh Cinta..



Ya Allah, jika aku jatuh cinta , cintakanlah aku pada seseorang yang melabuhkan cintanya pada-Mu agar bertambah kekuatan ku untuk mencintai-Mu... Ya Muhaimin, jika aku jatuh cinta, jagalah cinta ku padanya agar tidak melebihi cintaku pada-Mu...
Ya Allah, jika aku jatuh hati, izinkanlah aku menyentuh hati seseorang yang hatinya tertaut pada-Mu agar tidak terjatuh aku dalam jurang cinta semu...
Ya Rabbana, jika aku jatuh hati, jagalah hatiku padanya agar tidak berpaling dari hati-Mu...
Ya Rabbul izzati, jika aku rindu, rindukanlah aku pada seseorang yang merindui syahid di jalan-Mu...
Ya Allah, jika aku rindu, jagalah rinduku padanya agar tidak lalai aku merindukan syurga-Mu...
Ya Allah, jika aku menikmati cinta kekasih-Mu, janganlah kenikmatan itu melebihi kenikmatan indahnya bermunajat di sepertiga malam terakhir-Mu..
Ya Allah, jika aku jatuh hati pada kekasih-Mu jangan biarkan aku tertatih dan terjatuh dalam perjalanan panjang menyeru manusia kepada-Mu..
Ya Allah, jika Kau halalkan aku merindui kekasih-Mu, jangan biarkan aku melampaui batas sehingga melupakan aku pada cinta hakiki dan rindu abadi hanya kepada-Mu...
Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa hati hati ini telah terhimpun dalam cinta pada-Mu, telah berjumpa dalam taat pada-Mu, telah bersatu dalam dakwah pada-Mu dan telah terpadu dalam membela syariat-Mu, penuhilah hati hati ini dengan nur-Mu yang tiada pernah pudar. Lapangkanlah dada dada kami dengan limpahan keimanan...
Amiinnn...Amiiinnn...Ya Robbal Alamiinnnn...

Disadur dari internet,maap sumbernya ndak tau..

Fenomena Jilbab



Fenomena  jilbab  akhir-akhir ini semakin  marak. Gelombang fenomena  ini semakin terasa pada kampus-kampus yang  berkonotasi pada  kampus "sekuler" atau "tidak Islami". Dalam satu sisi  pandang, jelas ini merupakan suatu hal yang patut disyukuri. Karena, paling  tidak ini menjadi suatu cermin korektif betapa  kesadaran akan penghayatan keberagamaan secara lebih mendalam menjadi suatu kebutuhan yang esensial dalam menghadapi arus zaman sekarang ini.
Berjilbab, dalam tatapan ekologis dan kosmologis, merupakan suatu perlawanan dan penolakan terhadap perkembangan budaya asing yang mewabah di negeri ini. Dengan berjilbab, ada semacam  proses identifikasi untuk menjadi Muslimah sejati.
Sementara  itu  dalam perspektif Islam Tradisional -yang pemikirannya dikembangkan secara jernih oleh Sayyid Hussain Nashr-  wanita berjilbab seolah-olah memberontak terhadap  modernisme yang memisahkan kaum Muslim dengan Yang Pusat Yang Ilahi. Lebih jauh Nashr menulis dalam Islam Tradisi (1994 : 15): "Islam tradisional menganjurkan wanita berpakaian yang sopan yang umumnya mengenakan jilbab untuk menutupi rambutnya. Hasilnya adalah sejajaran pakaian wanita dari  Maroko  sampai Malaysia, sebagian besar pakaian ini sangat indah dan memantulkan femininitas sesuai dengan etos Islam, yang menekankan keselarasan  dengan sifat materi dan karenanya maskulinitas kaum pria dan feminitas kaum wanita. Kemudian datang perubahan-perubahan modernis yang membuat  para  wanita menanggalkan  jilbab mereka, menampakkan rambut mereka dan mengenakan pakaian Barat,  paling  tidak  di kawasan dunia Islam."
Penulis The Tao of Islam, Sachiko Murata, menjelaskan dengan sangat menarik perihal kepentingan kaum wanita Muslimah  menutupi aurat  mereka. Tulisnya, "Keindahan dan kecantikan  Tuhan  termanisfestasi  dalam  diri wanita. Semakin wanita  tersebut menjaga keindahan  dan  kecantikannya,  maka dalam tatapan kosmologis, wanita tersebut seolah-olah menutupi Keindahan  dan  Kecantikan Tuhan."
Sayang, kesadaran wanita yang berjilbab itu belum sampai  ke arah  seperti  itu. Pada dataran praktis, masih banyak terjadi percampuran budaya Barat dengan budaya Islam. Ataupun,  ketidakmampuan untuk mengendalikan keinginan diri.  Misalnya, sebagian wanita sudah mengenakan kerudung atau jilbab, tapi bajunya terbuat dari kain yang tipis yang tentu saja membentuk tubuhnya yang indah. Jelas,  hal ini kurang memenuhi kesempurnaan perintah syariat.
Hatta, sekalipun ini dipandang dari perintah syariat maka itu pun belum memenuhi syarat sebagai busana muslimah. Syarat seperti bahan tidak terbuat dari kain yang tipis, tidak membentuk lekuk-lekuk tubuh dan seterusnya telah banyak dilanggar. Alasannya macam-macam. Salah satu alasan, misalnya, busana  Muslimah pun harus mengikuti perkembangan dan tuntutan zaman.
Alasan  di atas tampak menarik. Karena, di sini ditampilkan bahwa perintah syariat tidaklah bertentangan dengan  perkembangan zaman. Pada satu sisi, tentu saja alasan ini  dapat  diterima. Islam memang tidak menghalangi kemajuan dan perkembangan zaman. Namun, apakah  dengan alasan tersebut, lantas  perintah  syariat harus kehilangan  ruhnya ? Ruh berjilbab pada  hakikatnya  untuk menutupi seluruh keindahan Tuhan yang tidak sepantasnya dilihat oleh  yang  bukan  mahramnya. Jadi,  bukan semata-mata  perintah syariat atau hukum fiqh. Akibat dari pengabaian ruh jilbab, dalam praktiknya acapkali terlihat wanita-wanita yang mengenakan  kerudung atau jilbab pun mengikuti "budaya pacaran" yang tentu  amat asing dalam relasi sosial wanita-pria Islam.
Pacaran, dengan seluruh kompleksitas maknanya, telah menjadi semacam "ideologi". Artinya, ia merupakan pandangan yang  melekat dalam  diri pe-lakunya. Sehingga, dengan  alasan,  teman prianya sudah dekat, pelaku pacaran tak jarang rela untuk membuka  auratnya  -minimal rambut- di hadapan kawan prianya. Dan,  di  sini kawan prianya kehilangan ruh iman. Artinya, ia tidak mengingatkan perbuatan dari kawan wanitanya. Dan menganggapnya itu sebagai hal yang wajar mengingat wanita tersebut adalah calon istrinya.

Ruh Jilbab sebagai Citra Intelektual dan Spriritual
Merebaknya  pemakaian busana Muslimah, diduga muncul  karena adanya semangat keislaman yang begitu tinggi setelah keberhasilan Revolusi  Islam Iran (Lihat, misalnya, Gerbang  Kebangkitan,  ed. Hamid Algar, [Yogya: Shalahuddin Press]). Bila dugaan ini benar, tentu  yang  muncul  adalah sikap menghormati keyakinan  mazhab Syi’ah  yang dianut oleh bangsa Iran oleh aktivis  Muslim.  Namun kenyataannya,  tidak jarang terjadi celaan yang ditujukan kepada bangsa Iran sebagai penganut mazhab Syi’ah. Paling tidak, ketika sebuah jurnal kebudayaan meliput perkembangan Syi’ah di  Indonesia, muncul surat-surat pembaca yang menyatakan keberatan sekaligus kekecewaannya terhadap pemuatan liputan tersebut. Terakhir, keberatan terhadap  perkembangan Syi’ah diwujudkan dalam seminar sehari  di Masjid Istiqlal yang memfatwakan sesatnya faham Syi’ah !!!
Memberikan  argumentasi  seperti itu  tentu  belum memadai, karena boleh jadi alasan tersebut terlalu "ideologis". Sekalipun beberapa  penelitian membuktikan gelombang kesadaran  berislam lebih meruah berkat kesuksesan Revolusi Islam di Iran. Salah satu hasil dari pengaruh besar revolusi tersebut adalah Sudan.
Negara  yang mayoritas penduduknya beragama Islam  Sunni itu barangkali salah satu representasi terbaik dalam hal  penolakan mereka akan hegemoni Barat, dan seperti saudaranya di  Iran, mereka  pun membangkitkan revolusi Islam Sudan. Kaum wanitanya mengenakan  busana muslimah yang menutupi aurat mereka. Bahkan, sebagian di antara mereka menjadi  pasukan  pengawal  revolusi Sudan.
Menurut  penulis,  fenomena berjlbab lebih didasarkan pada kesadaran kembali akan tradisi yang hilang akibat arus modernisme yang mencabut manu-sia kontemporer dari, dan memisahkannya dengan, Yang Mahakudus. Wanita Islam modern -dan prianya- merasa asing pada  dirinya sendiri, pada Tuhan Yang Mahaindah, sehingga  dalam setiap momen  hidupnya menganggap Tuhan sebagai  Zat Suci  yang memandang dirinya dari kejauhan, seperti matahari menyinari bumi.
Sebaliknya, bagi Muslimah tradisional, Tuhan dipandang bukan saja sebagai  Kebenaran Mutlak (Al-Haqq)  namun  juga  Kehadiran Mutlak.  Jadi, bagi mereka Tuhan bukan Zat Transenden yang  hanya "mengawasinya dari kejauhan", namun juga yang senantiasa menyapa dirinya,  yang "bertahta dan bersemayam dalam dirinya"  (imanen). Sehingga saat mengenakan jilbab, muslimah tradisional menyembunyikan  "Kecantikan  Tuhan" dalam dirinya, yang hanya akan  dibuka kepada mereka yang berhak yakni suaminya. Bukan yang masih  samar atau spekulasi.
Dengan  paparan tersebut, bagi Muslimah tradisional,  jilbab bukan sekadar pemenuhan kewajiban hukum fiqh. Akan tetapi, menunjukkan aspek kedalaman esoteris, aspek yang ingin menyembunyikan Kecantikan Ilahi kepada lawan jenis dan meng-hadirkan Keindahan Tuhan kepada lelaki yang sah. Dalam wacana Muslimah  tradisional, berpacaran -berkhalwat (berdua-duaan) dengan lelaki yang bukan mahram- berarti pelanggaran dirinya  terhadap Kebenaran  dan Kehadiran Mutlak, suatu dosa yang baginya tidak terampuni. Dan ia sudah memasuki ritus-ritus asing manusia modernis.
Pada  saat  yang sama, berjilbab berarti menampilkan  citra intelektual dan spiritual dari suatu tradisi yang merentang sejak para  nabi, wali, filsuf, sufi, dan pewaris-pewaris mereka  yang memahami secara ekstensif dan menghayati secara intensif tradisionalitas Islam leluhur mereka. Citra intelektual dan spiritual akan  hadir  dengan menambah pengetahuan secara kuantitatif dan meningkatkan ilmu berikut amalnya secara kualitatif dalam  diri Muslimah.
          Berjilbab, dengan demikian, menjadi suatu  tantangan untuk mendapatkan citra intelektual dan spiritual bagi Muslimah tradisional di tengah-tengah arus modernitas. Sebagai suatu tantangan, Muslimah tradisional memestikan dirinya untuk meningkatkan ilmu pengetahuannya. Baik yang bersifat teoretis maupun praktis. Pada gilirannya, Muslimah tradisional memestikan dirinya  untuk isa senantiasa  mencerap Keindahan Tuhan, kedekatannya  dengan  Yang Kudus (ma’rifatullah) sehingga dengan citra spiritual yang bisa diperolehnya akan mampu memanifestasikan akhlak Jamaliyyah Allah dalam dirinya dan menjadi barakah kepada orang tuanya,  suaminya, anak-anak-nya, tetangga-tetangganya, dan komunitas manusia sepanjang sejarah

Selasa, 08 November 2011

Inginku akan setetes rahmatMu

Tuhanku...
Berikan aku seorang pendamping...
Yang cukup kuat tuk menyadari,kalau dirinya sedang lemah
Dan cukup tabah menghadapi dirinya sendiri,kalau dia sedang takut
Yang akan bangga dan tidak putus asa,kalau kalah secara jujur
Dan rendah hati serta lembut dalam kemenangan

Berikan aku seorang pendamping...
Yang bukan cuma bisa berharap,tapi juga mampu berbuat...
Seorang pendamping yang akan mengenalMu.
Jangan bawa dia kejalan yang mudah dan serba menyenangkan...
Tapi biarkan ia belajar mandiri ditengah badai
Dan biarkan dia merasakan penderitaan orang orang yang gagal

Berikan aku seorang pendamping...
Yang hatinya jernih,cita citanya tinggi...
Pendamping yang dapat mengendalikan dirinya sendiri
Sebelum mencoba mengendalikan orang lain
yang meraih masa depan,tapi tidak melupakan masa lalu.

Dan jika semua tlah jadi miliknya..
Aku mohon...berikan dirinya kesederhanaan.
Berilah dia rasa cinta kepada makhlukMu
Kesederhanaan dan sikap ramah
Keterbukaaan kebijaksanaan
Dan arti dari lemahnya kekuatan.